Aku tak pernah peduli jika ada seseorang menangis disampingku. Aku bahkan mengacuhkannya dan meninggalkannya. Tak ada hasrat untuk membuatnya berhenti menangis. Aku hanya memandangnya sekilas dan pergi menjauh. Terdengar kejam memang tapi apa peduliku?
Tidak seperti yang lain yang sibuk menenangkan, aku lebih suka menenangkan diri sendiri.
Kulangkahkan kakiku keluar kelas. Tak seperti biasa entah kenapa hari ini Aku benar-benar ingin sendiri ,bahkan Aku ingin segera meninggalkan kampus ini. Dulu Aku bukanlah pribadi yang dingin dan tak peduli pada sekitar. Tapi, sejak kejadian itu, kejadian 2 tahun lalu yang masih membekas dalam ingatanku.
Hari itu 3 tahun hari jadi kami -Aku dan Garin-. Dia mengajakku untuk berlibur bersama keluarganya, bahkan orang tuaku pun ikut serta. Garin adalah sosok laki-laki yang sabar, dewasa ,danbijaksana. He knows how to treat a girl. Kami bertemu secara tidak sengaja di acara ulang tahun pernikahan orang tuaku. Garin adalah anak dari seorang direktur berbagai perusahaan tekstil ternama -Om Darma dan Tante Ida- . Kulihat orang tuaku sedang berbincang-bincang dengan tamu yang tak kukenal. Aku pun mendekat dengan terburu-buru yang hampir saja membuatku jatuh.
“Vanilla kenalkan ini Om Darma dan Tante Ida, teman bisnis Mamah dan Papah!” dengan sigap kujabat tangan mereka berdua. Tiba-tiba, seorang lelaki berwajah tampan dan tinggi semampai menghampiri kami semua. “Kenalkan ini anak Om dan Tante satu-satunya” kemudian lelaki itu mengulurkan tangannya. Tanpa memalingkan pandangan dari wajahnya dia berkata “Garin Iskandar Pratama” dan Aku pun berkata “Vanilla Amorelia”.
Setelah berbincang-bincang agak lama, Aku dan Garin memutuskan menjauh dari keramaian pesta untuk saling mengakrabkan diri.
Sampailah kami berdua di balkon atas. Tak teras waktu berjalan begitu cepat, tanpa sadar waktu sudah menunjukan pukul 23.23, hampir tengah malam.
Tanpa kami sadari dan ketahui sebelumnya ternyata orang tua kami sibuk mencari kami berdua. Aku dan Garin hanya bisa tertawa mendengar cerita mereka yang kebingungan. Dan kami pun berpisah malam itu.
Seiring berjalannya waktu hubungan kami berdua semakin baik, dalam satu bulan dia mengajakku kencan hampir setiap hari. Dari mulai hanya duduk di taman belakang, nonton DVD, nonton bioskop, candle light dinner yang romantic, sampai yang takkan pernah bias kulupa selama hidupku. (Membawaku kepada Orang Tuanya sembari memberiku cincin yang bertahtakan berlian indah serta namaku dan Garin).
Sontak Aku terkejut. Dalam benakku, Apa Aku dilamar?? Oh tidak ,Aku terlalu dini untuk memikirkannya. Dengan keadaanku yang masih bengong Garin menyelipkan benda indah itu di jari manisku kemudian Dia mengecup hangat keningku.
Aku masih diam membisu sampai kudengar Tante Ida berkata “Vanilla sebelumnya Tante dan Om sekeluarga minta maaf karena tidak memberitahukan hal ini sebelumnya sama kamu. Tante dan Om pengen kamu jadi calon istrinya Garin. Vanilla mau kan? ” Garin menatapku lekat dan mempererat genggamannya.
“Ha. . . Ah. . . Oh maaf Tante!” BODOH!!! Kenapa malah kata – kata seperti itu yang keluar dari mulutku? “Tante mengerti kamu pasti kaget mendengar keputusan kami tapi Tante dan Om yakin kamu calon terbaik untuk Garin! Dan lagi Garin adalah satu-satunya ahli waris perusahaan Papahnya maka dari itu Tante dan Om ingin yang terbaik untuk Garin”. Dengan masih setengah sembuh dari rasa kaget ini Aku berkata “Tapi sebelumnya maaf Om…Tante… Apa Vanilla bisa jadi yang terbaik untuk Garin? Maksud Vanillaaa. . . . ”. Garin mulai angkat suara “Vanilla sayang, Aku dan Keluargaku udah yakin sama kamu!” Genggamannya semakin erat. “Kalau begitu Vanilla akan berusaha sebisa mungkin jadi yang terbaik untuk Garin!” Kucium kedua tangan orang tua Garin dan kupeluk Garin seraya berkata “Makasih sayang!”.
Yah itulah saat yang kuanggap paling indah dalam hidupku selama 17 tahun menjalani hidup ini. Aku dan Garin yang berstatus pelajar SMA kelas 3 sudah melakukan pertunangan. Aku masih belum tau pasti apa yang ada di benak Orang Tua Garin sehingga bisa memintaku untuk menjadi calon istri dari seorang Garin.
# # #
“Mah... Mamah, Pah…Papah!” Aku berlari kedalam rumah sembari teriak kegirangan sepeninggal Garin mengantarku pulang. “Aduh anak Mamah tersayang kenapa sih, pulang-pulang ko teriak-teriak?”
Mamah mendekapku dan mengajakku duduk di sofa. “Mah liat deh! Bagus ga?” Kuacungkan lengan kiriku tinggi-tinggi. Aku tak dapat memalingkan pandanganku darinya. “Bagus sayang!” jawab Papah
yang tiba-tiba muncul dan Mamah berbarengan. Aku mengedip-ngedipkan mata dan senyum-
senyum memberi mereka isyarat bahwa anak semata wayang mereka baru saja BERTUNANGAN. Dan sepertinya mereka menyadarinya dan bertanya “Kayanya anak Papah tersayang ad yang ngajak
tunangan?” dengan malu-malu
kumenjawab “ii…iiyy…iya Pah!”. “Wah selamat ya sayang!” Mamah dan Papah mencium pipiku bersamaan.
“Wah kalau begini kita harus merayakannya! Bagaimana kalau kita makan malam dengan keluarga Garin, gimana Pah?”.
“Wah ide bagus itu Mah, ya sudah Mamah siapkan makanan istimewanya , Papah mau telepon Pa Darma , dan kamu My sweetheart kamu dandan yang cantik!”
“OK, Papahku tercinta!” Kudaratkan ciuman hangat di pipi dan keningnya dan bergegas ku bersiap.Tak terasa waktu makan malam tiba , Garin dan Keluarganya sudah siap di meja makan. Berbagai topik menarik menghiasi acara makan malam kami. Makan malam ini berjalan rapih dan lancar. Ini memang bukan kali pertama kami makan bersama. Tapi, karena statusnya aku dan Garin yang baru bertunangan malam ini jadi terasa sangat istimewa.
# # #
Pesawat berwarna biru muda masih mengudara dengan lancar , melewati awan-awan putih di langit yang biru. Sejauh ini perjalanan yang kami lalui belum mengalami keganjilan apapun. Ini memang bukan penerbangan pertamaku. Tapi , Aku tidak mau ambil resiko apapun. Kutadahkan tangan dan kupejamkan mata, mengucapkan doa dalam bisikan. “TUHAN…kumohon kebaikan-Mu… Sampaikanlah Aku, Garin, dan kedua orang tua kami serta pesawat ini diseberang sana dengan selamat…” Gumamku pelan.
“Whacha been doing babe?” Suara Garin memecah kekhusyukkanku. “HWOAA! ! !” kontan Aku berteriak karena terkejut. “What’s going on honey?”Garin mencoba menenangkanku. “Maaf…Nona diharap tenang!” Ingat pramugari cantik yang berseragam biru dengan rambut disanggul. “Ha…oh…maaf-maaf!!!”ucapku dengan cepat.
“hmm… Babe…babe kamu kenapa si?” Tanya Garin
“Aku lagi berdoa supaya kita semua dan pesawat ini selamat!” Pandangan Garin seperti tidak percaya . Matanya yang coklat kelihatan jelas sekali dibalik topi yang agak menutupi sepasang mata itu.
“Vanilla sayang…Listen me! As long I stay here, I’ll always protect you! So you don’t worry about that. OK?” Garin menatapku lekat sembari menggenggam erat tanganku dan akhirnya sebuah ciuman dan pelukan hangat mendarat padaku.
Hhh … He always make me feel safe.
Perjalanan Jakarta-Yogyakarta, memakan waktu hampir satu jam. Aku lega banget pas nyampe di Yogya. Saat kami turun sudah ada jemputan yang menunggu kami. Kami berenam langsung menuju villa. Tidak seperti villa pada umumnya , villa ini (milik keluarga besar Garin, sebenernya bukan
keluarga besar soalnya anak cuma dua dan dua-duanya cowok) terletak di tengah kota. Begitu
masuk lampu Kristal besar menghiasi langit – langit. Lantainya yang dilapisi kayu membuat villa ini
terlihat semakin nyaman.
Waktu sampai di Yogya udah malem, diperjalanan menuju villa Aku dan Garin serta kedua orangtua kami menikmati pemandangan Yogya di malam hari. Bagus Banget. Sampe – sampe Aku dan Garin menyempatkan diri untuk mengambil beberapa foto sepanjang jalan menuju villa. Akhirnya tak sampai setengah jam kami sampai.
Sesampainya di villa kami memilih kamar masing – masing. Aku memutuskan untuk tidur sendiri
demikian juga dengan Garin. Setelah selesai membereskan koper dan bersih – bersih Aku dan Garin
memutuskan untuk malam diluar dan menikmati indahnya Yogya di malam hari, sementara kedua
Orang Tua kami beristirahat di villa. “Mah Pah Aku sama Garin ijin makan diluar yah?”. “Ya sudah,
tapi jangan pulang terlalu malam yah!”Papah mengingatkan. Kami pun berpamitan dan segera pergi
menjauh. Tapi, dari kejauhan kami mendengar Papah dan Mamah mengingat – ngingat masa lalu
mereka berdua. Dari kejauhan kami hanya tertawa kecil mendengar mereka.
Tanpa kami sadari ternyata kami berdua sudah menginjak Malioboro. Kata Pak Se(supir yang
mengantar kami ke villa) makan di Malioboro seru, lagian banyak pemandangannya. Kami menikmati
indahnya Yogya dengan mengayuh sepeda ontel. Menyusuri jalanan kota Yogya, aduuuhh…seneng
banget . Untung kami berbekal digicam jadi tiap ada view yang bagus pasang gaya deh.
Malam itu kami menikmati indahnya Yogya di waktu malam. Tak terasa waktu menunjukan pukul
22.30. Aku ingat pesan Papah , segera kami kembali ke villa. Sesampainya di villa kami
memutuskan untuk lansung tidur tak lupa ciuman hangat di dahi menyertai sebelum kami
menapaki kamar masing - masing.
# # #
Seminggu di Yogya kami pergi ke tempat – tempat wisata, ke taman sari, kota Gede, Prambanan,
Parang Tritis, Gua Selarong, dan lain – lain. Aku dan Garin menyempatkan diri untuk mengunjungi
keraton. Kami mencoba melewati dua pohon gede yang ada di alun – alun Yogya (Mitosnya kalo
pasangan bisa ngelewatin pohon itu dan berhasil sampai ujung satunya mereka bakalan langgeng)
dan ternyata kami berdua berhasil. Ohh. . .senangnya.Kami juga sempet ke Borobudur, disana aku
dan Garin naik turun dan muter – muter sampe tiga kali. Kami juga pergi ke Magelang.
Tak terasa dua minggu sudah kami berlibur. Sebenernya Aku sedih harus meninggalkan Yogya
karena Aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan kota ini. sejujurnya Aku benci kembali ke kota
metropolitan itu. But . . . The real life are waiting. . . Kami memutuskan untuk pulang ke Jakarta. Pukul 18.09
malam kami sudah berada di bandara. Sebenernya Aku lebih menyukai perjalanan darat dibandingkan
udara tapi apa mau dikata.
Begitu menginjakan kaki di pesawat entah kenapa perasaanku gelisah , ingin rasanya Aku menunda
kepulangan tapi Aku anggap itu hanya perasaan gugup saja. Aku duduk tepat disebelah Garin.
Aku menatapnya lekat sebelum dia berkata “ Kamu kenapa sayang? Nervous banget!” tanpa
kusadari Aku berkata “ Aku takut pesawat ini jatuh!” dengan tatapan tak percaya Garin berkata “
Aduh sayang,sebelumnya juga kamu ngomong gitu. Tapi ,kita bisa sampe Yogya dan liburan selama
dua minggu, kan?”Garin mencoba meyakinkanku. “Tapi perasaanku ga enak babe! Kamu bayangin
aja kalo kita bener - bener jatoh!” Aku bersikeras menyatakan ketakutan yang kurasakan. Dengan
senyum yang khas, Garin terus mencoba menenangkanku dan akhirnya pesawat yang kami naiki
lepas landas.
Beberapa menit setelah pesawat mengudara Aku terus berdoa, dan selama itu pula Garin
memandangiku dan sesekali menggodaku. Lima belas menit sebelum pesawat mendarat tiba – tiba,
pesawat berguncang dengan keras. Aku panik dan berteriak. Dan saat kulihat keluar jendela awan
begitu hitam dan kilat menyambar. Aku takut. Garin memelukku dengan erat dan berbisik “Tenang
sayang, Aku bakal terus disamping kamu!Aku ga akan pernah ninggalin kamu!” saat Garin selesai
mengucapkan kata – kata itu seketika itu juga kulihat api muncul dari sayap pesawat dan semuanya
menjadi gelap.
# # #
Kudengar raungan sirene pemadam kebakaran mendekat dan saat kubuka mata keadaan bandara
sangat kacau. Orang – orang yang satu pesawat denganku berlumur darah, meraung – raung mencari
keluarganya dan api dimana - mana. Saat itu Aku baru ingat keluargaku dan Garin. Sungguh
pemandangan yang menakutkan, kucoba bangkit dan berjalan mencari orang – orang yang
kusayang. Mayat terbakar dengan keadaan yang sudah tak tentu dimana – mana. Penumpang yang
selamat menangis mencari keluarganya. Tiba – tiba kudengar suara Papah dan Mamah memanggil
“Vanilla…Vanilla kamu dimana nak?” aku berbalik, kupicingkan mata mencari sosok mereka begitu
terlihat dengan setengah berlari kulangsung memeluk mereka. Saat itulah air mataku mengalir deras.
Disaat itu pula Aku teringat Garin dan Orang Tuanya. Kami terus berjalan mencari kelurga Garin
dan dari kejauhan kulihat Om Darma dan Tante Ida sedang menangisi Garin yang berada
dipangkuan Tante Ida. Lekasku mendekat. Aku terkejut melihat keadaan Garin yang penuh luka
bakar dan tak sadarkan diri. Terlintas di benakku andai saja di pesawat tadi dia tak memelukku
mungkin tak begini jadinya. Aku tak bisa berkata apa – apa, aku merasa bersalah. Lekas aku mencari
tenaga medis dan untungnya mereka cepat datang. Garin langsung dibawa ke rumah sakit. Aku tak
ingin jauh darinya. Setelah Aku diobati, Aku terus berada disamping Garin. Kulihat Garin terkulai
lemas. Dalam hati, Aku berharap Garin dapat bangun karena Aku ingin memeluknya. Tiba – tiba
terlintas dalam kepalaku,andai saja kami menunda kepulangan, andai Aku mengatakan apa yang
Aku rasakan, andai Garin tak memelukku. . . ah mungkin semuanya tidak akan seperti ini.
Aku berjalan menyusuri lorong rumah sakit dan saat kulihat Orang Tua Garin Aku segera
menghampiri dan berkata “Tante… Vanilla minta maaf. Karena Vanilla, Garin . . .” air mataku mengalir
lagi. “Sudahlah ini bukan salah kamu! Ini memang sudah takdir sayang!” Tante Ida memelukku. Air
mataku mengalir dengan deras, Aku tak dapat menahannya lagi. Aku takut, takut kehilangan Garin
untuk selamanya. Dan jika hal itu terjadi, Akulah orang pertama yang patut dipersalahkan. Dan saat
itu kudengar Om Darma sedang berbicara pada dokter tiba – tiba terdengar kalimat “Mengenai
hemofilianya saya cukup salut, Garin dapat bertahan sampai sejauh ini, apalagi dengan luka bakar
yang parah.
Kami sudah mengupayakan yang terbaik, sekarang kita hanya bisa berdoa!” terdengar langkah dokter menjauh . Mendengar hal itu rasanya langit runtuh seketika.
Aku harus siap kehilangan orang yang paling kusayang, secepat ini. sekilas kulihat Om Darma diam terpaku
sepeninggal sang dokter. Tangisku meledak – ledak dan Tante Ida semakin erat memelukku.
# # #
Tiga minggu sudah Garin berada di rumah sakit. Dan selama itu pula Vanilla berada di sisi Garin. Vanilla berbisik “ Garin sayang, Vanilla bakal terus disini nemenin kamu!dan Vanilla minta maaf. Karena Vanilla
kamu jadi gini.” seketika itu Garin bangun dari komanya. Segera Vanilla bangkit untuk memberitahu
Orang Tua Garin tapi tiba – tiba tangan Garin menggenggam tangan Vanilla. Vanilla berbalik berusaha
melepaskan tangannya tapi genggaman Garin semakin keras. “Babe!” Garin berbisik serak. “Aku udah
nunggu kamu lama sayang…” Vanilla menangis dan meremas tangan Garin. “Maafin Aku ya, Aku bikin
kamu khawatir!” ingin rasanya Vanilla memeluk Garin. Kenapa rasanya Aku akan kehilangan Garin
sekarang?teriak Vanilla dalam hati.
“Aku tau Aku engga salah milih kamu jadi calon istriku. Kamu bener – bener setia nungguin Aku, bahkan
saat Aku buka matapun Kamu yang ada disini!”ucap Garin sendu. “Aku janji bakal selalu di sisi kamu,
apapun yang terjadi!”ucap Vanilla yang tiba – tiba merasa matanya buram karena air mata seraya
mengecup dahi Garin. “Hhh…” Garin menghela napas sambil tersenyum, “Kamu ga perlu janji babe! Cukup
liat kamu, orang yang paling Aku sayang ada disini sekarang sebelum Aku mati itu adalah hal paling
indah!”
“Kalo kamu sayang sama Aku, kamu harus sembuh kamu harus kuat. Kamu harus bisa lewatin ini semua!”
pinta Vanilla sambil menangis. “Karena Aku mau jadi Ibu yang baik untuk anak – anak kita nanti.”
Garin lama terdiam, lalu perlahan air mata mengalir di pipinya. “Aku mau sayang, Aku pengen selalu di
samping kamu sampai kita punya keluarga besar tapi Aku engga bisa. Aku udah ga tahan, babe!”
# # #
Kamis 16 September 2009 pukul 16.30, Garin benar – benar pergi untuk selamanya. Saat mendengar
kabar itu Vanilla terdiam. Air matanya tak bisa keluar. Mungkin terlalu banyak air mata yang keluar
beberapa hari ini. Atau mungkin pedih ini membutuhkan banyak sekali air mata. Tatapan Vanilla kosong.
Hampa. Inikah yang disebut kenyataan? Inikah rasanya kehilangan?
Gerbang rumah berpilar itu dipenuhi mobil. Dari dalam rumah terdengar sayup – sayup isak tangis. Aku
dan Reeve turun dari mobil. Saat kulihat Garin tergelatak ditengah ruangan dikelilingi banyak orang, saat
itu juga air mataku mengalir deras. Reeve memelukku. “LEPAAAAAAS! ! ! ! Cowok ngga guna! PEGIII! ! !”
teriakku
sambil memukuli Reeve. Aku meronta dan menangis sekencang – kencangnya. Sampai akhirnya Aku
sudah terlalu lelah untuk menangis. Berjam – jam Aku berdiri sembari menangis dipelukan Reeve. Mataku
sembab, rahangku pegal, dan hatiku membusuk. Tak pernah terbayang melihat orang yang kita sayang di
peti mati. Reeve selalu berada disampingku, dia satu – satunya orang yang keberadaannya membuatku
tenang. “Aku masih berharap ini mimpi. . .”desisku. Reeve bungkam. Duduk disampingku dan membisu.
Hari itu, seminggu setelah kepergian Garin, Vanilla tidak terlihat seperti Vanilla yang dulu menangis di
pinggir ranjang rumah sakit ketika Garin pingsan dan koma selama tiga hari sebelum akhirnya ia
meninggal. Vanilla ini yang ini tampak semakin cantik dan dewasa.
Dipandangi gundukan tanah dengan bunga – bungaan itu, lalu batu nisannya, dipandangi ukiran yang
bertuliskan ‘Garin Iskandar Pratama’. Vanilla mengelus nisan itu lalu duduk disampingnya.
Garin
Hari ini Aku disini mengingat kepergianmu. Setiap Aku liat foto kita berdua apalagi liburan ter akhir kita di Yogya Aku selalu kangen sama kamu. Rasanya kepergian kamu terlalu cepet. Aku
masih ingin menghabiskan waktu denganmu dan mewujudkan impian kita berdua untuk
menikah. Tapisepertinya Tuhan lebih ingin bertemu kamu ya, Gar? Terima kasih untuk tiga tahun
ini. Disaat kamu pergi sebagian diri Aku hilang karena kamu selau ada di hari – hariku. .
Biarpun begitu, Aku udah cukup bahagia dengan cinta yang kamu kasih selama ini Gar.
Lalu Vanilla menangis, ketika itu pula Vanilla merasa Garin sedang bersamanya. Menemaninya menangis.
# # #
Dua minggu setelah kepergian Garin, Vanilla mencoba kembali ke kehidupan normalnya dengan segala
aktivitas yang padat. Teman – teman sekolahnya mencoba selalu menghibur Vanilla. Vanilla sadar mereka
hanya tak ingin melihatnya terpuruk sepeninggal Garin. Waktu pun terus berjalan. Setahun sudah Vanilla
melewati hidup tanpa Garin disisinya sampai suatu hari Reeve -teman satu kampus dan juga tetangga
Vanilla- tak sengaja mengungkit soal Garin disaat mereka berdua sedang memandangi bintang di taman
belakang rumah Vanilla.
“Hhh…Rasanya Aku kangen banget sama Garin!” Reeve menatap langit malam itu. “Emang kamu ga kangen
sama Garin?” melanjutkan pembicaraannya tanpa memandangku. “Memangnya kenapa?” tanyaku heran.
“Ga, Aku salut ajah kamu bisa bertahan sejauh ini! jarang Aku nemu cewek tegar kaya kamu!” puji Reeve.
Aku beranjak dari tidur dan Aku hanya tersenyum kecil mendengar perkataannya. Dalam hati ku
berkata “Kamu ga tau Reeve rasanya kehilangan seseorang yang kita cintai!” tiba – tiba mata Vanilla terasa
buram dan air mata mengalir di pipinya. Vanilla mengingat kembali semua kenangan indahnya bersama
Garin saat melihat benda berkilau yang masih terselip di jari manisnya dan mengingat betapa
perhatiannya Reeve disaat sulit itu. Tiba- tiba tangan Reeve yang kekar membalut tubuh Vanilla dengan
erat seraya berkata “Aku tau ngga mudah melupakan dan menghilangkan perasaan atas orang yang kita
cintai, tapi cobalah untuk melihat kedepan!” Aku diam membisu mendengar perkataan Reeve. Dan tiba –
tiba Reeve mencium dahiku. Gejolak itu terasa lagi. Getaran dan dentuman di dada melunjak. Perasaan apa
ini?